SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG

Selasa, 04 November 2014

Klasifikasi pasien

KLASIFIKASI PASIEN, PENGHITUNGAN BOR,  ALOS DAN BTO






Disusun oleh :
Isci Verdiana : 1126010004
Atry Chernovita : 1126010011
Eda Nastaliza : 1126010012
Eka Septa Rini : 1126010015
Evan Tri Saputra : 1126010016
Anisa Soleha : 1126010025
Megy Novriadi : 1126010028
Septi Liana Sari : 1126010031
Vera Vonica : 1126010040

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN 
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU
2013

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr.Wb
Puji syukur kita hanturkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayahnya kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini berjudul “klasifikasi pasien, penghitungan BOR, BTO dan ALOS” yang merupakan salah satu tugas mata kuliah managemen keperawatan. Dalam makalah ini kami menyadari, bahwa dalam penyusunan makalah kami masih banyak kekurangan dan kesalahan, baik dari penulisan maupun materi atau isinya. Dengan demikian kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun.
Dalam penyusunan makalah ini kami juga banyak mengucapkan terima kasih kepada semua pihak  karena telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini, sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi pembaca.
Wassalammualaikum Wr.Wb

Bengkulu,   juni  2014



Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Klasifikasi pasien adalah metode pengelompokkan pasien menurut jumlah dan kompleksitas persyaratan perawatan mereka. Dalam banyak sistem klasifikasi, pasien dikelompokkan sesuai dengan ketergantungan mereka pada pemberi perawatan dan kemampuan yang diperlukan untuk memberikan perawatan. Tujuan klasifikasi pasien adalah untuk mengkaji pasien dan pemberian nilai untuk mengukur jumlah usaha yang diperlukan untuk memenuhi perawatan yang dibutuhkan pasien (Gillies, 1994). Menurut Swanburg, tujuan klasifikasi pasien adalah untuk menentukan jumlah dan jenis tenaga yang dibutuhkan dan menentukan nilai produktivitas.
Setiap kategori deskriptor empat perawatan (aktifitas sehari-hari, kesehatan umum, dukungan pengajar serta emosional, dan perlakuan sekitar pengobatan) dipakai untuk menunjukkan karakteristik dan tingkat perawat yang dibutuhkan pasien di dalam klasifikasi tersebut.
Bed Occupancy Ratio (BOR) merupakan angka yang menunjukkan persentase penggunaan tempat tidur (TT) di unit rawat inap (bangsal). ALOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.

1.2 Tujuan Makalah
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui tentang klasifikasi pasien, penghitungan BOR, ALOS, BTO.
2. Tujuan khusus
Untuk mengetahui definisi klasifikasi pasien
Untuk mengetahui tujuan system klasifikasi
Untuk mengetahui klasifikasi pasien
Untuk mengetahui penyusunan klasifikasi pasien
Untuk mengetahui faktor pendukung
Untuk mengetahui definisi penghitungan BOR
Untuk mengetahui rumus penghitungan BOR
Untuk mengetahui definisi penghitungan ALOS
Untuk mengetahui rumus penghitungan ALOS
Untuk mengetahui definisi penghitungan BTO
Untuk mengetahui rumus penghitungan BTO

1.3 Manfaat penulisan makalah
1. Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat menambah pengetahuann bagi pembaca pada umumnya dan Mahasisawa STIKES TMS Bengkulu
2. Makalah ini diharapkan dapat menjadi panduan oleh mahasiswa dalam belajar managemen keperawatan


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 klasifikasi pasien
a. Definisi
Klasifikasi pasien adalah metode pengelompokkan pasien menurut jumlah dan kompleksitas persyaratan perawatan mereka. Dalam banyak sistem klasifikasi, pasien dikelompokkan sesuai dengan ketergantungan mereka pada pemberi perawatan dan kemampuan yang diperlukan untuk memberikan perawatan.

b. Tujuan Sistem klasifikasi Pasien
Tujuan klasifikasi pasien adalah untuk mengkaji pasien dan pemberian nilai untuk mengukur jumlah usaha yang diperlukan untuk memenuhi perawatan yang dibutuhkan pasien (Gillies, 1994). Menurut Swanburg, tujuan klasifikasi pasien adalah untuk menentukan jumlah dan jenis tenaga yang dibutuhkan dan menentukan nilai produktivitas.
Setiap kategori deskriptor empat perawatan (aktifitas sehari-hari, kesehatan umum, dukungan pengajar serta emosional, dan perlakuan sekitar pengobatan) dipakai untuk menunjukkan karakteristik dan tingkat perawat yang dibutuhkan pasien di dalam klasifikasi tersebut.
Klasifikasi pasien sangat menentukan perkiraan kebutuhan tenaga. Hal ini dilakukan untuk menetapkan jumlah tenaga keperawatan sesuai dengan kategori yang dibutuhkan untuk asuhan keperawatan klien di setiap unit.
Suatu system klasifikasi pasien merupakan suatu penampakan dari kelompok pasien menurut jumlah dan kelompok dari ukuran perawatan keperawatan. Dalam banyak system klasifikasi, para pasien di kelompokkan menurut ketergantungan mereka pada pemberi pelayanan atau jumlah dari waktu penerima pelayanan dan kemampuan yang diberikan dalam merawat mereka.Tujuan dari suatu system klasifikasi adalah untuk membantu para pasien, mengelompkkan mereka dengan para pasien yang memiliki kebutuhan-kebutuhan yang sama, dan menempatkan para pasien dalam setiap kelompok suatu nilai bernomor untuk menjumlahkan mereka dalam kebutuhan perawatan keperawatan. Untuk mengembangkan suatu penampakan klasifiksi yang dapat dikerjakan, para menejer harus menentukan jumlah dari kategori-kategori diamna para pasien akan diklasifikasikan, karateristik-karateristik yang diperlukan dari para pasien dalam setiap kategori, dan waktu serta keahlian yang dibutuhkan untuk memuaskan setiap sesuatu dari karateristik yang diperlukan.
c. Klasifikasi pasien
Kategori keperawatan klien menurut Swanburg (1999) terdiri dari :
1. Self-care
Klien memerlukan bantuan minimal dalam melakukan tindak keperawatan dan pengobatan. Klien melakukan aktivitas perawatan diri sendiri secara mandiri. Biasanya dibutuhkan waktu 1-2 jam dengan waktu rata-rata efektif 1,5 jam/24 jam.
2. Minimal care
Klien memerlukan bantuan sebagian dalam tindak keperawatan dan pengobatan tertentu, misalnya pemberian obat intravena, dan mengatur posisi. Biasanya dibutuhkan waktu 3-4 jam dengan waktu rata-rata efektif 3,5 jam/24 jam.
3. Intermediate care
Klien biasanya membutuhkan waktu 5-6 jam dengan waktu rata-rata efektif 5,5 jam/24 jam.
4. Mothfied intensive care
Klien biasanya membutuhkan waktu 7-8 jam dengan waktu rata-rata efektif 7,5 jam/24 jam.
5. Intensive care
Klien biasanya membutuhkan 10-14 jam dengan waktu rata-rata efektif 12 jam/24 jam.
Metode lain yang sering digunakan di Rumah Sakit adalah metode menurut Donglas (1984), yang mengklasifikasi derajat ketergantungan pasien dalam tiga kategori, yaitu perawatan miniaml, perawatan intermediate, dan perawatan maksimal atau total.
1. Perawatan minamal
Perawatan ini memerlukan waktu 1-2 jam/24 jam. Kriteria klien pada klasifikasi ini adalah klien masih dapat melakukan sendiri kebersihan diri, mandi, dan ganti pakaian, termasuk minum. Meskipun demikian klien perlu diawasi ketika melakukan ambulasi atau gerakan. Ciri-ciri lain pada klien dengan klasifikasi ini adalah observasi tanda vital dilakukan setiap shift, pengobatan minimal, status psikologis stabil, dan persiapan pprosedur memerlukan pengobatan.
2. Perawatan intermediate
Perawatan ini memerlukan waktu 3-4 jam/24 jam. Kriteria klien pada klasifikasi ini adalah klien masih perlu bantuan dalam memenuhi kebersihan diri, makan dan minum. Ambulasi serta perlunya observasi tanda vital setiap 4 jam. Disamping itu klien dalam klasifikasi ini memerlukan pengobatan lebih dan sekali. Kateter Foley atau asupan haluarannya dicatat. Dan klien dengan pemasangan infus serta persiapan pengobatan memerlukan prosedur.
3. Perawatan maksimal atau total
Perawat ini memerlukan waktu 5-6jam/24 jam. Kriteria klien pada klasifikasi ini adalah klien harus dibantu tentang segala sesuatunya. Posisi yang diatur, observasi tanda vital setiap 2 jam, makan memerlukan selang NGT (Naso Gastrik Tube), menggunakan terapi intravena, pemakaian alat penghisap (suction), dan kadang klien dalam kondisi gelisah/disorientasi.

d. Penyusunan klasifikasi
Untuk menyusun atau memilih suatu sistem klasifikasi pasien untuk kantor perwakilan atau unit, seorang menejer atau administrator harus menyeimbangkan keuntungan-keuntungan yang saling bersaing dari penghematan dan ketetapan waktu. Semakin kompleks dan tinggi penjelasan sistem klsifikasi, semakin banyak watu yang digunakan personal dalam mengkatagorikan para pasien.
Sebagian besar sistem klasifikasi pasien yang efektif adalah salah satu yang secara spesifik ditimbulkan dari situasi klinik diamana sistem ini akan digunakan . Apabila keahlian dan waktunya mengijinkan , wakil pimpinan keperawatan dari menyusun atau mengambil sistem klasifikasi pasien kantor perwakilan , Para perawat eksekutif harus mengijinkan para personal keperawatan perwakilan kantor untuk memutuskan tipe pandangan klasifikasi yang mana digunakan , mengembangkan standar-standar waktu tertentu kantor perwakilannya sendiri , menjelaskan kondisi-kondisi pasien tertentu dan elemen-elemen perawatan , serta melakukan validasi kriteria klasifikasi sebelum melaksanakan sistem.
 Tidak hanya sistem klasifiksai pasien yang harus diinduvidualisasi untuk penggunaan kantor perwakilan, tetapi juga sistem tersebut juga harus disesuaikan agar sesuai dengan tipe-tipe kebutuhan para pasien yang bebeda dalm unit-unit keperawatan yang tidak sama. Ketika sistem klasifikasi pasien GRASP digunakan dalam suatu komunitas rumah sakit timur, para perawat dalam unit psikiatrik merasa perlu untuk membuat sistem meningkatkan ketepatannya akan psikiatrik para pasien ( Ehrman, 1987).


e. Faktor pendukung
1. Penjadwalan
Metode penjadwalan siklis merupakan salah satu metode penjadwalan yang dapat digunakan untuk penjadwalan perawat. Dalam metode ini setiap perawat akan bekerja selama periode waktu tertentu dan akan berulang secara periodik.
2. Catatan personal.
Semua tindakan keperaeatan mungkiin tidak dapat dilaksanakan dalam satu kali, maka dari itu perlu adanya laporan bertahap.
3. Pengembangan anggaran
Dalam tahun anggaran hanya dapat terealisasi sekitar 16% dari anggaran yang diusulkan, pendidikan perawat dengan latar belakang spk 31%. Perawat yang mempunyai pendidikan profesi satu orang, oleh sebab itu, RS belum mempunyai perencanaan untuk pelatihan bagi tenaga perawat yang berkesinambungan dan proaktif.
4. Alokasi sumber dan pengendalian biaya
RS tetap fokus pada bisnis inti pelayanan kesehatan.
Mengatur alokasi sumber daya dibidang keperawatan secara epektif dan efisien.
mengumpulkan data untuk mengidentifikasi kegiatan layanan pasien yang sedang berjalan.
Merekomendasikan strategi untuk meningkatka untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya
5. Analisa kelompok diagnosa yang berhubungan
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana berdasarkan pendidikkan dan pengalamannya, perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi mencegah dan merubah status kesehatan klien.
6. Pengendalian mutu
Salahsatu cara untuk pengembangan dan pengendalian mutu keperawatan adalah dengan cara mengembangkan lahan praktek keperawatan disertai dengan adanya pembinaan masyarakat profesional keperawatan untuk melaksanakan pengalaman belajar dilapangan dengan benar bagi peserta didik.
7. Catatan pengembangan staf
Membantu RS untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan staf yang lebih tepat guna. Sehingga RS akan mempunyai tenaga yang cukup tampil untuk pengembangan pelayanan perawatan dimasa depan.
8. Model dan simulasi untuk pengambilan keputusan
DSS : Decission Support System “ Problem yang kompleks dapat diselesaikan “DSS selain dapat dapat digunakan untuk membantu user mengambil keputusan dari data yang bersifat kuantitatif, dan dapat juga digunakan untuk membantu proses pengambilan keputusan yang bersipat kualitatif. DSS Dapat digunakan untuk mengidentifikasi kemudahan dan rintangan yang didapatkan ketika mengintegrasi perawat magang ke unit gawat darurat.
9. Rencana strategi
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi ( Iyer, Taptich & Bernocchi-Losey, 1996). Secara tradisional, rencana keperawatan diartikan sebagai suatu dokumen tulisan tangan dalam menyelasaiakan masalah,tujuan dan intervensi. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, rencana keperawatan merupakan metode komunikasi tentang asuhan keperawatan kepada klien. Setiap klien yang memerlukan asuhan keperawatan perlu suatu perencanaan yang baik. Misalnya, semua klien pasca operasi memerlukan suatu pengamatan tentang pengelolaan cairan dan nyeri. Sehingga semua tindakan keperawatan harus distandarisasi. Dari Depkes R.I (1995).
10. Rencana permintaan jangka pendek dan rencana kerja
Agar tenaga kerja kesehatan terus diupdate dengan teknologi terkini dan untuk memastikan mutu pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, tenaga kerja kesehatan membutuhkan pelatihan jangka pendek yang diselenggarakan secara reguler.
11. Evolusi program
Evolusi perkembangan sistem pelayanan kesehatan telah mengubah peran dan tanggung jawab perawat secara signifikan. Dalam perkembangan lebih lanjut, perawat dituntut untuk bertanggungjawab memberikan praktik yang aman dan epektif serta bekerja dalam lingkungan yang memiliki standar klinik yang tinggi. ( Mahlmeister, 1999 )

2.2 Penghitungan BOR ( Bed Occupancy Ratio )
a. Definisi
Bed Occupancy Ratio (BOR) merupakan angka yang menunjukkan persentase penggunaan tempat tidur (TT) di unit rawat inap (bangsal).
BOR menurut Huffman (1994) adalah “the ratio of patient service days to inpatient bed count days in a period under consideration”. Sedangkan menurut Depkes RI (2005), BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005).
b. Batasan Penghitungan BOR
Umumnya, hal-hal yang berkaitan dengan bayi baru lahir (perinatal) akan dicatat; dihitung; dan dilaporkan secara terpisah. Jadi, jumlah TT dalam rumus BOR tidak termasuk TT bayi baru lahir (bassinet) dan jumlah hari perawatan (HP) dalam rumus BOR juga tidak termasuk HP bayi baru lahir.Apabila menggunakan data dari lembar laporan RL-1, maka jumlah HP diambil dibaris SUB TOTAL (yaitu baris sebelum ditambah perinatologi), bukan baris TOTAL. Periode penghitungan BOR ditentukan berdasarkan kebijakan internal RS, bisa bulanan, tribulan, semester, atau bahkan tahunan.
Lingkup penghitungan BOR juga ditentukan berdasarkan kebijakan internal RS, misalnya BOR per bangsal atau BOR untuk lingkup rumah sakit (seluruh bangsal).

c. Rumus Penghitungan BOR
(jumlah hari perawatan di rumah sakit) × 100%
(jlh tempat tidur × jlh hari dalam satu periode)


d. Nilai ideal BOR
Semakin tinggi nilai BOR berarti semakin tinggi pula penggunaan TT yang ada untuk perawatan pasien. Namun perlu diperhatikan bahwa semakin banyak pasien yang dilayani berarti semakin sibuk dan semakin berat pula beban kerja petugas di unit tersebut.
Akibatnya, pasien bisa kurang mendapat perhatian yang dibutuhkan (kepuasan pasien menurun) dan kemungkinan infeksi nosokomial juga meningkat.
Disisi lain, semakin rendah BOR berarti semakin sedikit TT yang digunakan untuk merawat pasien dibandingkan dengan TT yang telah disediakan. Jumlah pasien yang sedikit ini bisa menimbulkan kesulitan pendapatan ekonomi bagi pihak RS.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut diatas maka perlu adanya suatu nilai ideal yang menyeimbangkan kualitas medis, kepuasan pasien, keselamatan pasien, dan aspek pendapatan ekonomi bagi pihak RS.
Nilai ideal untuk BOR yang disarankan adalah 75% - 85%. Angka ini sebenarnya tidak bisa langsung digunakan begitu saja untuk semua jenis RS. RS penyakit khusus tentu beda polanya dengan RSU. Begitu pula RS disuatu daerah tentu beda penilaian tingkat “kesuksesan” BOR-nya dengan daerah lain. Hal ini bisa dimungkinkan karena perbedaan sosial budaya dan ekonomi setempat.

2.3 Penghitungan ALOS  (Average Length of Stay)
a. Definisi
ALOS menurut Huffman (1994) adalah “The average hospitalization stay of inpatient discharged during the period under consideration”. ALOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai ALOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005).
(jumlah lama dirawat)
(jlh pasien keluar (hidup + mati))

b. Rumus



2.4 Penghitungan BTO ( Bed Turn Over )
a. Definisi
BTO menurut Huffman (1994) adalah “…the net effect of changed in occupancy rate and length of stay”. BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
b. Rumus
Jumlah pasien dirawat (hidup + mati)
(jumlah tempat tidur)



BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
Klasifikasi pasien adalah metode pengelompokkan pasien menurut jumlah dan kompleksitas persyaratan perawatan mereka. Dalam banyak sistem klasifikasi, pasien dikelompokkan sesuai dengan ketergantungan mereka pada pemberi perawatan dan kemampuan yang diperlukan untuk memberikan perawatan. Tujuan dilakukan klasifikasi pasien untuk mengkaji pasien dan pemberian nilai untuk mengukur jumlah usaha yang diperlukan untuk memenuhi perawatan yang dibutuhkan pasien.
Bed Occupancy Ratio (BOR) merupakan angka yang menunjukkan persentase penggunaan tempat tidur (TT) di unit rawat inap (bangsal). ALOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.

3.2 Saran
Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menjadi referensi bagi para mahasiswa keperawatan maupun pembacanya dalam pembuatan makalah klasifikasi pasien, penghitungan BOR, ALOS, dan BTO dalam mata kuliah managemen keperawatan.
Kami sebagai penyusun menyadari adanya kekurangan yang terdapat dalam makalah ini, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembacanya bagi kami sebagai penyusun makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA

http://sukardjoskmmkes.blogspot.com/2011/12/aplikasi-sistem-klasifikasi-pasien.html
http://sukardjoskmmkes.blogspot.com/2011/12/klasifikasi-pasien.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar