MAKALAH
SISTEM SENSORI DAN PERSEPSI
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GLAUKOMA”
Dosen Pengasuh Ns. Ida Rahmawati, S.Kep
Oleh Kelompok I:
Enni Lovisa Putri 1126010030
Satrio Noviansyah 1126010034
Reca Sandiana R. 1126010038
Ayu Suzana 1126010109
Fauzan Azim 1226010133
Emi Yusnita 1026010164
Prodi Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes)
Tri Mandiri Sakti
Bengkulu
2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala kenaikan
tekanan intra okuker, dimana dapat mengakibatkan pencekungan papil syaraf optik
sehingga terjadi atropi syaraf optik, penyempitan lapang pandang
Glaukoma merupakan penyebab utama
kebutaan di masyarakat barat. Diantara mereka hampir setengahnya mengalami
gangguan penglihatan sampai 70 ribu benar-benar buta dan bertambah sebanyak
5500 orang buta tiap tahun. Jika glaukoma didiagnosis lebih awal dan ditangani
dengan benar kebutaan dapat dicegah namun kebanyakan kasus glaukoma tidak
bergejala sampai sudah terjadi maka pemeriksaan rutin dan skrining mempunyai
peran penting dalam mendeteksi penyakit ini. Dianjurkan bagi semua yang
memiliki faktor resiko menderita glaukoma menjalani pemeriksaan berkala pada
optalmologis untuk mengkaji TIO, lapang pandang dan kaputnervi optisi. Maka
dari itu Glaukoma adalah bagian penyakit mata yang menyebabkan proses hilangnya
penglihatan
Glaukoma
adalah penyebab kebutaan utama kedua di Indonesia, yang rata-rata terjadi pada
orang-orang berusia 40 tahun ke atas.Berdasarkan analisa WHO tahun 2012,
glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua di dunia.Glaukoma sudut terbuka primer merupakan bentuk glaukoma yang tersering, yang
menyebabkan pengecilan lapangan pandang bilateral progresif asimtomatik yang
timbul perlahan dan sering tidak terdeteksi sampai terjadi pengecilan lapang
pandang yang ekstensif.
Pada semua pasien glaukoma, perlu tidaknya terapi
segera diberikan dan efektivitasnya dinilai dengan melakukan pengukuran tekanan
intraocular (tonometry), inspeksi diskus optikus dan pengukuran lapangan pandang secara teratur.
Meskipun tak ada penanganan untuk
glaukoma, namun dapat dikontrol dengan obat. Kadang diperlukan pembedahan laser
atau konvensional (insisional). Tujuan penanganannya adalah untuk menghentikan
atau memperlambat perkembangan agar dapat mempertahankan pengelihatan yang baik
sepanjang hidup. Dapat dilakukan dengan menurunkan TIO.
Penatalaksanaan glaucoma sebaiknya dilakukan oleh ahli oftalmologi, tetapi
besar masalah dan pentingnya deteksi kasus-kasus asimtomatik mengharuskan
adanyanya kerjasama dengan petugas kesehatan yang lain.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan rumusan masalh di atas,
maka didapatkan rumusan masalahnya yaitu sebagai berikut:
1. Apa
definisi glaukoma, klasifikasi, etiologi, komplikasi dari glaukoma?
2. Bagaimana
patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan
dari glaukoma?
3. Bagaiman
asuhan keperawatan pada pasien dengan glaukoma?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini, yaitu:
1. Menjelaskan definisi glaukoma, klasifikasi, etiologi,
komplikasi dari glaukoma.
2. Menjelaskan
patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan
dari glaukoma.
3. Menjelaskan
asuhan keperawatan pada pasien dengan glaukoma.
BAB II
TEORI
A. Definisi
Glaukoma adalah sekelompok gangguan
yang melibatkan beberapa perubahan atau gejala patologis yang ditandai dengan
peningkatan intra okular (TIO) dengan segala akibatnya. Saat peningkatan TIO
lebih besar daripada toleransi jaringan, kerusakan pada sel gangglion retina,
merusak diskus optikus, menyebabkan atropi saraf optik dan hilangnya pandangan
perifer. Glaukoma dapat timbul secara perlahan dan menyebabkan hilangnya
pandangan ireversibel tanpa timbulnya gejala lain yang nyata atau dapat timbul
secara tiba-tiba dan menyebabkan kebutaan dalam beberapa jam. Derajat
peningkatan TIO yang mampu menyebabkan kerusakan organik bervariasi. Beberapa
orang dapat meneloransi tekanan yang mungkin bagi orang lain dapat menyebabkan
kebutaan. (Indriana N. Istiqomah, 2004)
Istilah glaukoma merujuk pada
kelompok penyakit yang berbeda dalam patofisiologi, persentasi klinis dan
penangananya. Biasanya ditandai dengan berkurangnya lapang pandang akibat
kerusakan saraf optikus. Kerusakan ini berhubungan dengan derajat TIO, yang
terlalu tinggi untuk berfungsinya saraf optikus secara normal. Semakin tinggi
tekanannya, semakin cepat kerusakan saraf optikus tersebut berlangsung.
Peningkatan TIO terjadi akibat perubahan patologis yang menghambat peredaran
normal humor aqueus. (Brunner & Suddarth, 2001)
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan mata tidak normal
atau lebih tinggi dari pada normal yang mengakibatkan kerusakan saraf
pengelihatan dan kebutaan.
Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala kenaikan
tekanan intra okuker, dimana dapat mengakibatkan pencekungan papil syaraf optic
sehingga terjadi atropi syaraf optik, penyempitan lapang pandang.
www.google.com
B. Klasifikasi
Glaukoma terbagi menjadi tipe
primer, sekunder dan kongnital. Tipe primer terbagi lagi menjadi glaukoma sudut
terbuka, dan glaukoma sudut tertutup.
1.
Glaukoma
Primer
Glaukoma jenis ini
merupakan bentuk yang paling sering terjadi, struktur yang terlibat dalam
sirkulasi dan atau reabsorpsi akuos humor mengalami patologi langsung.
a. Glaukoma
Sudut Terbuka
Glaukoma sudut terbuka
atau glaukoma kronik atau glaukoma simpleks/open angle glaucoma merupakan
bentuk glaukoma primer yang lebih tersembunyi dan membahayakan serta paling
sering terjadi (kurang lebih 90% dari klien glaukoma). Sering kali merupakan
gangguan heriditer yang menyebabkan perubahan generatif. Bentuk ini terjadi
pada individu yang mempunyai sudut ruang (sudut antara iris dan kornea).
Terbuka normal tetapi terdapat hambatan pada aliran keluar aquos humor melalui
sudut ruangan. Hambatan dapat terjadi di jaringan trabekular kanal schlemn atau
vena-vena aqueus.
Keadaan ini terjadi
pada klien usia lanjut (>40 tahun) dan perubahan karena usia lanjut memegang
peranan penting dalam proses sklearosa badan silier dan jaringan rabekel.
Karena aqueus humor tidak dapat meninggalkanmata pada kecepatan yang sama pada
prodoksinya, TIO meningkat secara bertahap.bentuk ini biasanya bilateral dan
dapat berkembang menjadi kebutaan komplit tampa ada nya serangan akut.gejala
relatif ringan dan banyak klien tidak menyadari hinggga terjadi kerusakan visus
yang serius.suatu tanda berharga yang ditemukan oleh downey yaitu jika diantara
kedua mata selalu terdapat perbedaan TIO 4 mmHg atau lebih, dianggap menunjukan
kemungkinan glukomkoma simpleks meskipun tensinya masih normal (wijiana N, 1993).
Tanda klasik bersifat bilateral, herediter, TIO meninggi, sudut COA terbuka, bola mata yang tenang, lapang
pandang yang mengecil dengan macam macam
skotoma yang khas, perjalanan penyakit progresif lambat.
b. Glaukoma
Sudut Tertutup
Glukoma sudut tertutup/angle
closure glaucomal/close angle glaucomal/narrow angle glaucomalacute glaucoma
awitannyamendadak dan harus ditangani sebagai keadaan emergensi. Mekanisme
dasar yang terlibat dalam patofisiologi glaukoma ini adalah menyempitnya sudut
dan perubahan letak irir yang terlalu di depan. Perubahan letak iris
menyebabkan kornea menyempit atau menutup sudut ruangan, yang akan menghalangi
aliran keluar akueos humor. TIO meningkat dengan cepat, kadang-kadang mencapai
tekanan 50-70 mmHg(deWit,1998), tindakan pada situasi inin harus cepat dan
tepat atau kerusakan saraf optik akan menyebabkan kebutaan pada mata yang
terserang.
Tanda
dan gejala meliputi nyeri hebat di dalam dan di sekitar mata, timbulnya halo di
sekitar cahaya, pandangan kabur. Klien kadang megeluhkan keluhan umum seperti
sakit kepala, mual, mumtah, kedinginan, demam bahkan prasaan takut mati mirip
seranggan angina, yang dapat sedemikian kuatnya sehingga keluhan mata (gangguan
pengelihatan, fotofobia, dan lakrimasi) tidak begitu dirasakan oleh
klien.peningkatan TIO menyebabkan nyri yang melalui saraf kornea yang menjalar
ke pelipis, oksiput dan rahang melalui cabang-cabang nervus trigeminius. Iritasi
saraf vagal dapat mengakibatkan mual dan sakit perut.
2.
Glaukoma
Sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang terjadi
akibat penyakit mata lain yang menyebabkan penyempitan sudut atau peningkatan
volume cairan didalam mata.Kondisi ini secara tidak langsung mengganggu
aktivitas struktur yang terlibat dalam sirkulasi akueos humor.
Gangguan ini terjadi
akibat:
a. Perubahan
lensa, dislokasi lensa, intumensensi lensa yang katarak, terlepasnya kapsul
lensa pada katarak.
b. Perubahan
uvea, uveitis anterior, melanoma dari jaringan uvea, neovaskularisasi di iris.
c. Trauma,
hifema, kontusio bulbi, robeknya kornea/limbus disertai prolaps iris.
d. Operasi,
pertumbuhan epitel yang masuk cameri oculi anterior (COA), gagalnya pembentukan
COA setelah operasi katarak, uveitis pascaekstraksi katarak yang menyebababkan
perlengketan iris.
3.
Glukoma
Kongenital
Glaukoma ini terjadi akibat
kegagalan jaringan mesodermal memfungsikan trabekular. Kondisi ini disebabkan
oleh ciri autosom. Resesif dan biasanya bilateral. (Indriana N. Istiqomah,
2004)
C. Etiologi
Penyebabnya tergantung dari
klasifikasi glaukoma itu sendiri tetapi pada umumnya disebabkan karena aliran
aqueous humor terhambat yang bisa meningkatkan tekanan intra okuler.
Faktor-faktor resiko dari glaukoma
adalah (Bahtiar Latif,2009).
1.
Umur
2.
Riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma
3.
Tekanan bola mata /kelainan lensa
4.
Obat-obatan
Glaukoma penutupan-sudut primer adalah
akibat defek anatomis yang menyebabkan pengdangkalan kamera anterior.
Menyebabkan sudut pengaliran yang sempit pada perifer iris dan trabekulum.
Individu yang menderita glaukoma penutupan-sudut perifer sering tidak mengalami
masalah sama sekali dan tekanan intrakulernya normal, kecuali terjadi penutupan
sudut yang sangat akut ketika iris berdilatasi, menggulung ke sudut dan
menyumbat aliran keluar humor aqueus dari trabekulum. Atau mereka mengalami
episode yang dipresipitasi oleh dilatasi pupil moderat atau miosis pupil jelas.
(Brunner & Suddarth, 2001)
Kejadian tersebut dapat terjadi
selama dilatasi pupil ketika berada di ruangan gelap atau obat yang menyebabkan
dilatasi akut pupil. Dilatasi bisa pula terjadi akibat rasa takut atau nyeri,
pencahayaan yang kurang terang, atau berbagai obat topikal atau sistemik
(vasokonstriktor, bronkodilator, penenang atau anti-Parkinson). (Brunner &
Suddarth, 2001)
D. Patofisiologi
TIO ditentukan oleh kecepatan
produksi aqueus humor dan aliran keluar aqueus humor dari mata. TIO normal
adalah 12-21 mmHg dan memepertahankan selama terdapat keseimbangan antara
produksi dan aliran keluar aqueus humor. Aqueus humor diproduksi di dalam badan
silier dan mengalir keluar melalui kanal schlemn ke dalam sistem vena.
Ketidakseimbangan dapat terjadi akibat produksi berlebih badan silier atau oleh
peningkatan hambatan abnormal terhadap aliran keluar aqueus melalui camera
oculi anterior (COA). Peningkatan tekanan intraokuler >23 mmHg memerlukan
evaluasi yang seksama. Penigkatan TIO mengurangi aliran darah ke saraf optik
dan retina. Iskemia menyebakan struktur ini kehilangan fungsinya secara
bertahap. Kerusakan jaringan biasanya di mulai dari perifer dan bergerak menuju
fovea sentralis. Kerusakan visus dan kerusakan saraf optik dan retina adalah
ireversibel dan hal ini bersifat permanen. Tanpa penanganan, glaukoma dapat
menyebabkan kebutaan. Hilangnya pengelihatan ditandai dengan adanya titik buta
pada lapang pandang. (Indriana N. Istiqomah, 2004)
Aqueous humor secara kontinou
diproduksi oleh badan silier (sel epitel prosesus siliari bilik mata belakang
untuk memberikan nutrient pada lensa. Aqueous humor mengalir melalui
jaring-jaring trabukuler, pupil, bilik mata depan, trabukuler meshword dank
kanal schlem. Tekanan intra okuler (TIO) dipertahankan dalam batas 12-21 mmHG
tergantung keseimbangan antara produksi dan pengeluaran (aliran) aqueous humor
dibilik mata depan.
Peningkatan TIO akan menekan aliran
darah kesaraf optic dan retina sehingga dapat merusak serabut saraf optic
menjadi iskemik dan mati selanjutnya menyebabkan kerusakan jaringan dimulai
dari perifer menuju ke fovia sentralis. Hal ini menyebabkan penurunan lapang
pandang yang dimulai dari daerah nasal atas dan sisa terakhir pada temporal
(Sunaryo Joko Waluyo, 2009).
E. Manifestasi Klinis
Dari riwayat keluarga ditemukan
beberap anggota keluarga dalam garis vertikal atau horizontal yang memiliki
penyakit serupa.
Gejala–gejala terjadi akibat
peningkatan tekannan bola mata. Penyakit ini berkembang secar lambat namun
pasti. Penampilan bola mata seperti
normal dan sebaggian besar tidak mempunyai keluhan pada stadium dini.
Pada stadium lanjut keluhannya berupa pasien sering menabrak karena
pandangan lebih gelap, lebih kabur, lapang pandang menjadi sempit hingga
kebutaan permanen. (Brunner & Suddarth, 2001)
Keluhan yang sering muncul adalah sering menabrak akibat pandangan
yang menjadi jelek atau kabur, lapang pandang menjadi lebih sempit hingga
kebutaan secara permanen.
Gejala lain adalah : (Hanawartiaj,2008)
1.
Mata merasa sakit tanpa kotoran
2.
Kornea suram
3.
Disertai sakit kepala hebat terkadang sampai muntah
4.
Kemunduran penglihatan yang berkurang cepat
5.
Nyeri dimata dan sekitarnya
6.
Udema kornea
7.
Pupil lebar dan reflex berjurang sampai hilang
8.
Lensa keruh
F. Komplikasi
Komplikasi glaukoma pada umumya adalah kebutaan total akibat tekanan bola
mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Kondisi mata pada kebutan yaitu kornea
terlihat keruh, bilik mata dangkal, pupil atropi dengan ekskavasi (penggaungan) glaukomatosa, mata keras
seperti batu dan dengan rasa sakit. Mata dengan kebutaan mengakibatkan
penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa
neovaskularisasi pada iris yang dapat menyebabkan rasa sakit yang hebat.
Pengobatan kebutaan ini dapat dilakukan dengan memberikan sinar beta pada badan
siliar untuk menekan fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar atau melakukan
pengangkatan bola mata karena mata sudah tidak bisa berfungsi dan memberikan
rasa sakit.
G.
Pemeriksaan Diagnostik
Penegakkan diagnosis glaukoma meliputi
pemeriksaan mata dengan oftalmoskop untuk mengkaji kerusakan saraf optikus,
tonometri untuk mengukur TIO, perimetri untuk mengukur luas lapang pandang, dan
riwayat okuler dan medis. (Brunner & Suddarth, 2001)
Pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut
:
1.
Oftalmoskopi
Untuk melihat fundus mata bagian dalam yaitu retina ,
diskus optikus macula dan pembuluh darah retina.
2.
Tonometri
Adalah alat untuk mengukur tekanan intra okuler, nilai
yang mencurigakan apabila berkisar antara 21-25 mmHG dan dianggap patilogi bila
melebihi 25 mmHG.
3.
Perimetri
Kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang
pandangan yang khas pada glaukoma. secara sederhana, lapang pandang dapat
diperiksa dengan tes konfrontasi.
4.
Pemeriksaan Ultrasonotrapi
Adalah gelombang suara yang dapat digunakan untuk mengukur
dimensi dan struktur okuler.
H. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan glaukoma
adalah menurunkan TIO ke tingkat yang konsisten dengan mempertahankan
penglihatan. Penatalaksanaan bisa berbeda bergantung pada klasifikasi penyakit
dan responnya terhadap terapi. Terapi obat, pembedahan laser, pembedahan
konvensional dapat dipergunakan untuk mengontrol kerusakan progresif yang
diakibatkan oleh glaukoma.
1.
Farmakoterapi
Terapi obat merupakan
penanganan awal dan utama untuk penangan glaukoma sudut-terbuka primer.
Meskipun program ini dapat diganti, terapi diteruskan seumur hidup. Bila terapi
ini gagal menurunkan TIO dengan adekuat, pilihan berikutnya pada kebanyakan
pasien adalah trabekuloplasti laser dengan pemberian obat tetap dilanjutkan.
Beberapa pasien memerlukan trabekulotomi. Namun pembedahan laser atau
insisional biasanya merupakan ajuvan bagi terapi obat bukannya
menggantikannnya.
Obat sistemik dapat
menyebabkan rasa kesemutan pada jari tangan dan jari kaki, pusing, kehilangan
nafsu makan, defekasi tidak teratur, dan kadang batu ginjal. Pasien harus
diberi tahu mengenai kemungkinan efek samping. Namun mereka yang sudah
menderita penyakit agak lanjut biasanya mampu menghadapi hal ini.
Antagonis
beta-adrenergik. Antagonis beta-adrenergik topikal kini
merupakan bahan hifotensif yang paling banyak digunakan karna efektifitasnya pada
berbagai macam glaukoma dan tidak menyebabkan efek samping yang biasanya
disebabkan oleh obat lain.
Bahan
kolinergik. Obat kolinergik topikal (mis,pilokarpin
hidroklorida, 1%-4%, asetilkolin klorida, karbol)digunakan dalam penagganan
glaukoma jangka pendek dengan
penyumbatan pupil akibat efek langsungnya pada reseptor saraf parasimpatis iris
dan badan silier.
Agonis
adrenergik. Mekanisme aksi senyawa adrenergik pada
glaukoma belom dipahami benar. Digunakan bersama dengan bahan penghambat
beta-adrenergik, berfungsi saling sinergi dan bukan berlawanan, agonis
adrenergik topikal menurunkan IOP dengan
meningkatkan aliran keluar humor aqueos, memperkuat dilatasi pupil, menurunkan
prodoksi aqueos dan menyebabkan kontraksi pemuluh darah konjunktiva.
Inhibitor
anhidrase karbonat. Inhibitoranhidraseinhibitor,
mis.asetazolamid (Diamox), diberikan secara sistemik untuk nenurunkan IOP
dengan menurunkan pembuatan humor aqueus. Digunakan untuk menangani gloukoma
sudut terbuka (jangka panjang) dan menangani glaukoma
penutupan sudut (jangka pendek) dan glaukoma yang sembuh sendiri, seperti yang
terjadi setelah trauma.
Diuretik
Osmotik. Bahan hiperosmotik oral (gliserol atau intravena
mis. Manitol) dapat menurunkan TIO dengan meningkatkan osmolalitas plasma dan
menarik air dari mata ke dalam pembuluh darah.
2.
Bedah
Laser Untuk Glaukoma
Pembedahan laser untuk memperbaiki
aliran humor aqueus dan menurunkan TIO dapat diindikasikan sebagai penanganan
primer untuk glaukoma, atau bisa juga dipergunakan bila terapi obat tidak bisa
ditoleransi, atau tidak dapat menurunkan TIO dengan adekuat. Laser dapat
digunakan pada berbagai prosedur yang berhubungan dengan penanganan glaukoma.
3.
Bedah
Konvensional
Prosedur bedah
konvensional dilakukan bila teknik laser tidak berhasil, atau peralatan laser
tidak tersedia, atau bila pasien tidak cocok untuk dilakukan bedah laser (misalnya
pasien yang tak dapat duduk diam atau mengikuti perintah). Prosedur filtrasi
rutin berhubungan dengan keberhasilan penurunan TIO pada 80 sampai 90 % pasien.
4.
Implikasi
Keperawatan
Pasien mungkin
memerlukan rawat inap singkat setelah pembedahan. Ambulasi progresif
diperkenankan, bergantung usia dan kondisi fisik pasien. Gerakan dan aktivitas
berat yang dapat mengakibatkan pasien mengalami keadaan yang serupa dengan
manuver Valsava (dengan akibat peningkatan TIO), seperti mengejan, mengangkat
beban, dan membungkuk, dihindari sampai satu minggu. Pasien tidak diperbolehkan
mengendarai kendaraan selama 1 minggu. Mata dibalut selama 24 jam atau lebih
lama bila diperlukan, dan mata tidak boleh kemasukan air. (Brunner &
Suddarth, 2001)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Kasus
Ny.
X beumur 57 tahun. Dia beragama Islam dan pendidikan terakhirnya SMP. Ny. X
sudah tidak mempunyai suami dan dia bekerja sebagai seorang pedagang. Alamat
Ny. X di Jl. Hibrida, Bengkulu. Dia mengeluh pengelihatannya berkurang dan mata
menjadi kabur, sehingga dia sering menabrak. Dia juga mengeluh matanya juga
sering berair dan sakit kepala. Berdasarkan hasil pemeriksaan pupil menyempit dan merah atau mata keras dengan kornea berawan
(glaucoma darurat).
B. Pengkajian
1.
Data
Klien
Nama :
Ny X
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur :
57 tahun
Agama :
Islam
Status :
Janda
Alamat :
Jl. Hibrida, Bengkulu
Pekerjaan : Pedagang
2.
Keluhan
Utama
·
Pengelihatannya
berkurang dan mata menjadi kabur
·
Matanya
juga sering berair
·
Sering
sakit kepala
3.
Riwayat
Kesehatan Sekarang
Klien mengalami sakit
kepala, mata berair, pengelihatan kabur dan berkurang.
4.
Riwayat
Kesehatan Keluarga
Kaji klien, apakah ada
anggota keluarganya yang mengalami glaukoma.
5.
Riwayat
Kesehatan Dahulu
Kaji apakah
pasien pernah mengkonsumsi obat-obatan kortikosteroid.
6.
Data
Dasar Pengkajian Pasien
a.
Aktivitas atau istirahat
Gejala: perubahan aktivitas
biasanya atau hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
b.
Makanan atau cairan
Gejala: mual atau muntah
c.
Neuro sensori
Gejala: gangguan
penglihatan (kabur atau tak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan
kehilangan bertahap penglihatan perifer. Penglihatan berawan atau kabur, tanpa
lingkaran cahaya atau pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer,
photofobia (glaucoma akut). Perubahan kacamata atau pengobatan tidak
memperbaiki penglihatan.
Tanda:
pupil menyempit dan merah atau mata keras dengan kornea berawan (glaucoma
darurat). Peningkatan air mata.
d.
Nyeri atau kenyamanan
Gejala:
ketidaknyamanan ringan atau mata berair ( glaucoma kronis). Nyeri tiba-tiba
atau berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaucoma
akut)
C. Diagnosa Keperawatan
1.
Gangguan persepsi sensori berhubungan
dengan gangguan penerimaan sensori: gangguan status organ.
2.
Ansietas berhubungan dengan
penurunan penglihatan actual.
3.
Nyeri berhubungan dengan
peningkatan TIO
D. Intervensi Keperawatan
1.
Gangguan persepsi sensori berhubungan
dengan gangguan penerimaan sensori: gangguan status organ.
Tujuan: Penggunaan penglihatan yang
optimal.
Kriteria hasil: Mempertahankan
lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut.
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
1.
Pastikan derajat atau tipe
kehilangan penglihatan.
2.
Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan/kemungkinan
kehilangan penglihatan.
3.
Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh
menghitung tetesan, mengikuti jadwal, tidak salah dosis.
Kolaborasi:
Berikan obat
sesuai indikasi:
1.
Pilokarpin hidroklorida
(isoptocarpin, Ocusertpilo, pilopine HS Gel)
2.
Asetazolamid (Dioamox).
|
Mandiri:
1.
Mempengaruhi harapan masa depan
pasien dan pilihan intervensi.
2.
Sementara intervensi dini mencegah
kebutaan, pasien menghadapi kemungkinan atau mengalami pengalaman kehilangan
penglihatan sebagian atau total. Meskipun kehilangan penglihatan telah terjadi
tak dapat diperbaiki (meskipun dengan pengobatan), kehilngan lanjut dapat
dicegah.
3.
Mengontrol TIO, mencegah
kehilangan penglihatan lanjut.
Kolaborasi:
1.
Obat miotik tropical ini
menyebabkan kontriksi pupil, memudahkan keluarnya aqueous humor.
2.
Menurunkan laju produksi aqueous
humor.
|
2.
Ansietas berhubungan dengan
penurunan penglihatan actual.
Tujuan: Cemas hilang atau berkurang
Kriteria: Menunjukan ketajaman pemecahan masalah.
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji tingkat ansietas, derajat
pengalaman nyeri/ timbulnya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat
ini.
2.
Berikan informasi yang akurat dan
jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah
kehilangan penglihatan tambahan.
3.
Dorong pasien unttuk mengakui
masalah dan mengekspresikan perasaan.
4.
Identifikasi sumber/orang yang
menolong.
|
1.
Faktor ini mempengaruhi persepsi
pasien terhadap ancaman diri. Potensial siklus ansietas, dan dapat
mempengaruhi upaya medik untuk mengontrol TIO.
2.
Menurunkan ansietas sehubungan
dengan ketidak tahuan/ harapan yang akan datang dan memberikan dasar fakta
untuk membuat pilihan informasi tentang pengobatan.
3.
Memberikan kesempatan untuk
pasien menerima situasi nyata, mengklarifikasi salah konsepsi dan pemecahan
masalah.
4.
Memberikan keyakinan bahwa pasien
tidak sendiri dalam menghadapi masalah.
|
3. Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIO
Tujuan: Nyeri hilang atau berkurang.
Kriteria: Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam pasien mengatakan
nyerinya berkurang.
Rasional
|
Intervensi
|
1.
Kaji tingkat nyeri
2.
Pantau derajat nyeri mata setiap
30 menit selama fase akut.
3.
Siapkan pasien untuk pembedahan
sesuai peranan.
4.
Pertahankan tirah baring ketat
pada posisi semi fowler
5.
Berikan lingkungan gelap dan
terang.
|
1.
Mengetahui tingkat nyeri untuk
memudahkan intervensi selanjutnya.
2.
Untuk mengidentifikasi kemajuan
atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan
3.
Setelah TIO terkontrol pada
glaucoma sudut terbuka, pembedahan harus dilakukan untuk secara permanen
menghilangkan blok pupil.
4.
Tekanan pada mata ditingkatkan
bila tubuh datar
5.stress dan
sinar mienimbulkan TIO yang mecetuskan nyeri.
|
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan hasil dari
segala tindakan keperawatan pada pasien. Adapun evaluasi yang diharapkan,
yaitu:
1. Penggunaan
penglihatan yang optimal.
2. Cemas
hilang atau berkurang
3. Penggunaan
penglihatan yang optimal
4. Klien
mengetahui tentang kondisi, prognosis dan pengobatannya.
Daftar Pustaka
Istiqomah, Indriana N. 2004. Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Mata.
Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius.
Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. 2001. Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.3.
Jakarta: EGC.
www.google.com/ Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Glaukoma. 20 Oktober 2013.
Ya sama2. semoga bermanfaat!!!
BalasHapus