SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG

Selasa, 04 November 2014

Asuhan Keperawatan Lepra

SISTEM INTEGUMEN
“ASKEP LEPRA”


Di Susun Oleh :
Kelompok 7
Hili Riza 1126010006
Piranika 1126010023
Meggy Novriadi 1126010028
Satrio Noviansyah 1126010034
Fitri Annita 1126010037

PROGRAM ILMU KEPERAWATAN 
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN 
TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU
2012/2013


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahhi Wabarakatuh
Puji syukur kita hanturkan kepada Allah swt berkat segala rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Lepra”
Dalam Penulisan makalah ini pemakalah merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki pemakalah. Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini pemakalah menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan pembuatan makalah ini. Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi  pembaca.

Wasalammualaikum  Warahmatullahi Wabarakatuh.


Bengkulu,  Oktober 2013


Pemakalah




DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR..................................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................................
BAB I  PENDAHULUAN...........................................................................................................
1.1 Latar Belakang......................................................................................................................
1.2 Tujuan Penulisan..................................................................................................................
BAB II  PEMBAHASAN............................................................................................................
2.1 Pengertian Lepra....................................................................................................................
2.2 Etiologi..................................................................................................................................
2.3 Pathogenesis..........................................................................................................................
2.4 Macam-macam Lepra............................................................................................................
2.5 Manisfestasi Klinis.................................................................................................................
2.6 Komplikasi............................................................................................................................
2.7 Penatalaksanaan....................................................................................................................
2.8 Asuhan Keperawatan............................................................................................................
BAB III  PENUTUP.....................................................................................................................
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................................
3.2 Kritik dan Saran....................................................................................................................
Daftar Pustaka..............................................................................................................................



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Morbus Hansen atau biasa disebut sebagai lepra, kusta adalah penyakit infeksi kronis yg disebabkan oleh Mycobacterium leprae, pertama kali menyerang saraf tepi, setelah itu menyerang kulit dan organ-organ tubuh lain kecuali susunan saraf pusat. Mycobacterium Leprae ditemukan pertama kali oleh akmuer Hasen di norwegia dan memiliki sifat 1). Basil tahan asam dan tahan alkohol, 2). Obligat intraseluler, 3). Dapat diisolasi dan diinokulasi, tetapi tidak dapat dibiakkan, 4). Membelah diri antara 12-21 hari, 5). Masa inkubasi rata-rata 3-5 tahun (Asing, 2010). Lepra merupakan penyakit yang menyeramkan dan ditakuti oleh karena dapat terjadi ulserasi, mutilasi, dan deformitas (Djuanda, 2005).
Diperkirakan penderita didunia ± 10.596.000 dan di Indonesia ± 121.473 orang (data tahun 1992). Insiden dapat terjadi pada semua umur, tapi jarang ditemukan pada bayi, laki-laki lebih banyak dibanding wanita. Penularan Mycobacterium Leprae belum diketahui dengan jelas, tetapi diduga menular melalui saluran pernapasan (droplet infection), kontak langsung erat dan berlangsung lama. Faktor- faktor yang mempengaruhi penularan penyakit morbus hansen adalah  umur, jenis kelamin, ras, genetik, iklim, lingkungan/sosial ekonomi (Asing, 2010).
Penyebaran penyakit kusta dari suatu tempat ke tempat lain sampai tersebar diseluruh dunia, tampaknya disebabkan oleh perpindahan penduduk yang terinfeksi penyakit tersebut. Maka sebagai perawat profesional harus memiliki kompetensi yang baik dalam menanggulangi kejadian penyakit morbus hansen untuk memperbaiki mutu kesehatan masyarakat.

1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara komperhensif pada klien dengan penyakit morbus hansen atau yang sering kita dengar dengan penyakit lepra dan kusta.

1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan kami membuat makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Memahami konsep dasar penyakit morbus hansen
b. Mampu melakukan pengkajian dan membuat asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
c. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien sesuai dengan intervesi keperawatan.
d. Mengevaluasi dan mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien morbus hansen.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Lepra
Lepra adalah yang sering terjadi di negara tropis. Di Amerika Serikat, lepra dijumpai di California selatan, hawai, dan bagian di selatan. Lepra disebabkan oleh mycobacterium leprae, suatu bakteri tahan asam yang belum dibiakkan dimedia buatan. (Parakrama Chandrasoma dkk. 2005: 801)
Kusta (Lepra) adalah penyakit infeksi yang kronik penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktur respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali sususan saraf pusat. (Adhi Djuanda, 2002 : 71)

2.2 Etiologi
M. leprae merupakan basil tahan asam (BTA), bersifat obligat intraselular, menyerang saraf perifer, kulit, dan organ lain seperti mukosa, saluran nafas bagian atas, hati, dan sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat. Masa membelah diri M. leprae 12-21 hari dan masa tunasnya antara 40 hari-40 tahun.
Kuman penyebabnya adalah mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G.A Hansen pada tahun 1874 di Norwegia, yang sampai sekarang belum juga dapat dibiakkan dalam media artificial. M. leprae bebentuk basil dengan ukuran 3-8 μm x 0,5 µm, tahan asam dan alcohol, serta positif-Gram.

2.3 Pathogenesis
Setelah M. leprae masuk kedalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon tubuh setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas selular (cellular mediated immune) pasien. Kalau system imunitas selular tinggi penyakit berkembang kearah tuberkuloid dan bila rendah, berkembang arah lepromatosa. M. leprae berpredileksi didaerah-daerah yang relatif lebih dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit.
Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena respon imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi selular dari pada itensitas infeksi. Oleh karena itu, penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologi.

2.4 Macam-macam lepra
a. Lepra Tuberkuloid
Lepra tuberkuloid terjadi pada pasien yang memiliki respon sel T yang baik terhadap bakteri. Organisme ini terletak ditempat masuk, jumlah lesi kecil, dan penyebaran bakterimia jarang terjadi. Secara klinik, lesi kulit merupakan macula anestetik hipopigmentasi. (macula adalah daerah datar, berbatas tegas yang mengalami perubahan warna). Keterlibatan saraf perifer besar (ulnaris, peronealis komunis, aurikularis magnus) menimbulkan penebalan dan palsi saraf yang dapat diraba (lumpuh pada pada tangan atau Wristdrop dan kaki atau footdrop merupakan gambaran yang sering. Lepra tuberkuloid memiliki perjalanan penyakit yang lambat tanpa pengobatan. Lepra ini dapat sembuh bila diobati.
b. Lepra Lepromatosa
Lepra ini terjadi pada pasien pada pasien yang memiliki kadar imunitas selular rendah. Pada keadaan tidak adanya respon sel T yang ektif, bakteri berkembang tidak terkendali didalam makropag kulit, membentuk ‘sel lepra’ besar yang berbusa yang banyak ditemukan pada bakteri tahan asam. Agregasi makropag menyebabkan penebalan noduralitas kulit. Limposit ada tetapi tidak banyak.
Bakteri menyebar melalui aliran darah, menimbulkan lesi didalam kulit, mata, saluran napas atas, dan testis. Bakteri lepra timbul terutama pada suhu dibawah 370c, dan organ dalam (limpa dan hati) yang jarang terserang pada suhu tubuh inti. Lepra lepromatosa merupakan penyakit serius yang menyebabkan kerusakan luas pada jaringan. Terkenanya jari, hidung dan telinga menimbulkan perubahan bentuk pengobatan tidak memuaskan.
c. Lepra Borderline
Lepra borderline memiliki gambaran antara lepra lepromatosa dan tuberkulosa. (Parakrama Chandrasoma dkk. 2005: 801)

2.5 Manisfestasi klinis
Diagnosis didasarkan pada gambaran klinis, bakterioskopis, dan histopatologis. Menurut WHO (1995), diagnosis kusta ditegakkan bila terdapat satu dari tanda cardinal berikut:
1. Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas. Lesi kulit dapat tunggal atau multipel, biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga. Lesi dapat bervariasi tetapi umumnya berupa makula, papul, atau nodul.
2. Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit merupakan gambaran khas. Kerusakan saraf terutama saraf tepi, bermanifestasi sebagai kehilangan sensibilitas kulit dan kelemahan otot. Penebalan saraf tepi saja tanpa disertai kehilangan sensibilitas dan/atau kelemahan otot juga merupakan tanda kusta.
3. Pada beberapa kasus ditemukan basil tahan asam dari kerokan jaringan kulit. Bila ragu-ragu maka dianggap sebagai kasus dicurigai dan diperiksa ulangn setiap 3 bulan sampai ditegakkan diagnosis kusta atau penyakit lain.

2.6 Komplikasi
Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta akibat kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta.

2.7 Penatalaksanaan
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah menyembuhkan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insidens penyakit.
Program multy drug therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.
Rejimen pengobatan MDT di indonesia sesuai rekomendasi WHO (1995) sebagai berikut :
1. Tipe B
Jenis obat dan dosis untuk dewasa :
Rifampisin 600 mg/bulan diminum didepan petugas.
DSS tablet 100 mg/hari diminum dirumah.
Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah selesai minum 6 dosis dinyatakan RFT (released from treatment = berhenti minum obat kusta) meskipun secara klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO (1995) tidak lagi dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah completion of treatment cure dan pasien tidak lagi dalam pengawasan.
2. Tipe MB
Jenis obat dan dosis :
Rifampisin 600 mg/bulan diminum didepan petugas.
Klofazimin 300 mg/bulan diminum didepan petugas dilanjutkan dengan klofazimin 50 mg/hari diminum dirumah.
DSS 100 mg/hari diminum dirumah.
Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan. Sesudah selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri positif. Menurut WHO (1998) pengobatan  MB diberikan untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT.

2.8 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata
Umur memberikan petunjuk mengenai dosis obat yang diberikan, anak-anak dan dewasa pemberian dosis obatnya berbeda. Pekerjaan, alamat menentukan tingkat sosial, ekonomi dan tingkat kebersihan lingkungan. Karena pada kenyataannya bahwa sebagian besar penderita kusta adalah dari golongan ekonomi lemah.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien dengan morbus hansen datang berobat dengan keluhan adanya lesi dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf) kadang-kadang gangguan keadaan umum penderita (demam ringan) dan adanya komplikasi pada organ tubuh.
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada klien dengan morbus hansen reaksinya mudah terjadi jika dalam kondisi lemah, kehamilan, malaria, stres, sesudah mendapat imunisasi
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Morbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun yang disebabkan oleh kuman kusta ( mikobakterium leprae) yang masa inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu anggota keluarga yang mempunyai penyakit morbus hansen akan tertular.
e. Riwayat Psikososial
Fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita. Klien yang menderita morbus hansen akan malu karena sebagian besar masyarakat akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan, sehingga klien akan menutup diri dan menarik diri, sehingga klien mengalami gangguan jiwa pada konsep diri karena penurunan
f. Pola Aktivitas Sehari-hari
Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan kaki maupun kelumpuhan. Klien mengalami ketergantungan pada orang lain dalam perawatan diri karena kondisinya yang tidak memungkinkan.
g. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam karena reaksi berat pada tipe I, reaksi ringan, berat tipe II morbus hansen. Lemah karena adanya gangguan saraf tepi motorik.
1. Sistem penglihatan.
Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata anastesi sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan kebutaan, dan saraf tepi motorik terjadi kelemahan mata akan lagophthalmos jika ada infeksi akan buta. Pada morbus hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi peradangan pada organ-organ tubuh akan mengakibatkan irigocyclitis. Sedangkan pause basiler jika ada bercak pada alis mata maka alis mata akan rontok.
2. Sistem pernafasan. Klien dengan morbus hansen hidungnya seperti pelana dan terdapat gangguan pada tenggorokan.
3. Sistem persarafan:
Kerusakan fungsi sensorik
Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang/ mati rasa. Alibat kurang/ mati rasa pada telapak tangan dan kaki dapat terjadi luka, sedang pada kornea mata mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip.
Kerusakan fungsi motorik
Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh dan lama-lama ototnya mengecil (atropi) karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki menjadi bengkok dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur), bila terjadi pada mata akan mengakibatkan mata tidak dapat dirapatkan (lagophthalmos).
Kerusakan fungsi otonom
Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan akhirnya dapat pecah-pecah.
4. Sistem muskuloskeletal. Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya kelemahan atau kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi.
5. Sistem integumen. Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu), bercak eritem (kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul (benjolan). Jika ada kerusakan fungsi otonom terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit kering, tebal, mengeras dan pecah-pecah. Rambut: sering didapati kerontokan jika terdapat bercak.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi
b. Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi jaringan
c. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik
d. Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh

3. Intervensi Keperawatan
a. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan proses inflamasi berhenti dan berangsur-angsur sembuh.
Kriteria :
Menunjukkan regenerasi jaringan
Mencapai penyembuhan tepat waktu pada lesi
Intervensi :
1. Kaji/catat warna lesi, perhatikan jika ada jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
Rasional : Memberikan informasi dasar tentang terjadi proses inflamasi dan atau mengenai sirkulasi daerah yang terdapat lesi.
2. Berikan perawatan khusus pada daerah yang terjadi inflamasi.
Rasional : Menurunkan terjadinya penyebaran inflamasi pada jaringan sekitar.
3. Evaluasi warna lesi dan jaringan yang terjadi inflamasi perhatikan adakah penyebaran pada jaringan sekitar.
Rasional : Mengevaluasi perkembangan lesi dan inflamasi dan mengidentifikasi terjadinya komplikasi.
4. Bersihkan lesi dengan sabun pada waktu direndam.
Rasional : Kulit yang terjadi lesi perlu perawatan khusus untuk mempertahankan kebersihan lesi.
5. Istirahatkan bagian yang terdapat lesi dari tekanan.
Rasional : Tekanan pada lesi bisa menghambat proses penyembuhan.
b. Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi jaringan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan proses inflamasi berhenti dan berangsur-angsur hilang.
Kriteria :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan proses inflamasi dapat berkurang
nyeri berkurang dan beraangsur-angsur hilang
Intervensi :
1. Observasi lokasi, intensitas dan penjalaran nyeri.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam memberikan intervensi.
2. Observasi tanda-tanda vital.
Rasioanal : Untuk mengetahui perkembangan atau keadaan pasien.
3. Ajarkan dan anjurkan melakukan tehnik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Dapat mengurangi rasa nyeri.
4. Atur posisi senyaman mungkin
Rasional : Posisi yang nyaman dapat menurunkan rasa nyeri.
5. Kolaborasi untuk pemberian analgesik sesuai indikasi.
Rasional : Menghilangkan rasa nyeri.
c. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kelemahan fisik dapat teratasi dan aktivitas dapat dilakukan.
Kriteria :
Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari
Kekuatan otot penuh
Intervensi :
1. Pertahankan posisi tubuh yang nyaman.
Rasional : Meningkatkan posisi fungsional pada ekstremitas.
2. Perhatikan sirkulasi, gerakan, kepekaan pada kulit.
Rasional : Oedema dapat mempengaruhi sirkulasi pada ekstremitas.
3. Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali dengan pasif kemudian aktif.
Rasional : Mencegah secara progresif mengencangkan jaringan, meningkatkan pemeliharaan fungsi otot/sendi.
4. Jadwalkan pengobatan dan aktifitas perawatan untuk memberikan periode istirahat.
Rasional : Meningkatkan kekuatan dan toleransi pasien terhadap aktifitas.
5. Dorong dukungan dan bantuan keluaraga/orang yang terdekat pada latihan.
Rasional : Menampilkan keluarga/orang terdekat untuk aktif dalam perawatan pasien dan memberikan terapi lebih konstan.
d. Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan tubuh dapat berfungsi secara optimal dan konsep diri meningkat.
Kriteria :
Pasien menyatakan penerimaan situasi diri
Memasukkan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negatif
Intervensi :
1. Kaji makna perubahan pada pasien.
Rasional : Episode traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba. Ini memerlukan dukungan dalam perbaikan optimal.
2. Terima dan akui ekspresi frustasi, ketergantungan dan kemarahan. Perhatikan perilaku menarik diri.
Rasional : Penerimaan perasaan sebagai respon normal terhadap apa yang terjadi membantu perbaikan.
3. Berikan harapan dalam parameter situasi individu, jangan memberikan kenyakinan yang salah.
Rasional : Meningkatkan perilaku positif dan memberikan kesempatan untuk menyusun tujuan dan rencana untuk masa depan berdasarkan realitas.
4. Berikan penguatan positif.
Rasional : Kata-kata penguatan dapat mendukung terjadinya perilaku koping positif.
5. Berikan kelompok pendukung untuk orang terdekat.
Rasional : Meningkatkan ventilasi perasaan dan memungkinkan respon yang lebih membantu pasien.
4. Evaluasi
Evaluasi yang kan dilakukan yaitu :
1. Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit terutama pada penyakit kusta
2. Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi
3. Melaksanakan perawatan dan pembersihan lesi atau inflamasi sesuai program
4. Menggunakan obat yang sesuai dan tepat
5. Memahami pentingnya nutrisi yang dibutuhkan untuk kesehatan kulit


BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kusta (Lepra) adalah penyakit infeksi yang kronik penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktur respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali sususan saraf pusat. Terdiri atas beberapa macam yaitu Lepra Tuborkoloid, Lepra Lepromatosa, dan Lepra Borderline. Gejala yang ditimbulkan dapat berupa lesi kulit, penebalan dan perubahan sensibilitas kulit, serta dapat terjadi kelemahan otot akibat kerusakan saraf tepi.
3.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis mengharapkan kepada para mahasiswa keperawatan khususnya, agar dapat memahami dan menambah pengetahuan kita tentang Lepra dalam mata kuliah sistem integumen. Serta diharapkan kritik dan saran yang membangaun dari berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini.




DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III. Jakarta : EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Mansjoer, arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
Chandrasoma, Parakrama dan Clive R. Taylor. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi Edisi 2. Jakarta : EGC
Djuanda, Adhi. 2002.  Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 3. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

1 komentar:

  1. The best casino games - 서효과는로
    The best 나비효과 casino titanium aftershokz games. Our casino games have all the most 2018 ford ecosport titanium entertaining bonuses on offer, the highest quality nano titanium ionic straightening iron slots, and many different slots from 포커 족보

    BalasHapus