SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG

Selasa, 04 November 2014

Konsep Komunikasi Terapeutik

DASAR-DASAR KEPERAWATAN II
“KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK”



Di Susun Oleh :
Nama : Satrio Noviansyah
NPM : 1126010034
Jurusan/Semester : Keperawatan IVA



PROGRAM ILMU KEPERAWATAN 
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES )
TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU
2012/2013





KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahhi Wabarakatuh
Puji syukur kita hanturkan kepada Allah SWT yang mana berkat segala rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang membahas tentang “Konsep Komunikasi Terapeutik”.
Dalam Penulisan makalah ini, pemakalah merasa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan-kekurangan baik secara teknis penulisan, ilmu pengetahuan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki pemakalah. Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya, Pemakalah mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan pembuatan makalah ini. Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan bagi semua pembaca.

Wasalammualaikum  Warahmatullahi Wabarakatuh.


Bengkulu,     Maret 2013

Pemakalah






DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR................................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................................

BAB I  PENDAHULUAN........................................................................................................
1.1. Latar Belakang ...................................................................................................................
1.2. Tujuan..................................................................................................................................
1.3. Manfaat................................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................
2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik.....................................................................................
2.2 Dasar-dasar Komunikasi Terapeutik...................................................................................
2.3 Tujuan Komunikasi Terapeutik...........................................................................................
2.4 Unsur-unsur Komunikasi Terapeutik..................................................................................
2.5 Fase-fase Komunikasi Terapeutik.......................................................................................
2.6 Metode Komunikasi Terapeutik...........................................................................................
2.7 Prinsip Komunikasi Terapeutik...........................................................................................
2.8 Hambatan Komunikasi Terapeutik......................................................................................

BAB III  PENUTUP.................................................................................................................
3.1. Kesimpulan.........................................................................................................................
3.2. Kritik dan Saran..................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan tugas yang diberikan pada mata perkuliahan Dasar-Dasar Keperawatan II yang membahas tentang bagaimana cara seorang perawat melakukan komunikasi yang baik dan benar dengan klien atau pasiennya. Komunikasi yang baik digunakan antara seorang perawat dengan pasiennya dalam dunia keperawatan dikenal dengan komunikasi terapeutik.
Didalam proses penyusunan makalah ini kami menggunakan beberapa literatur seperti buku-buku dan internet. Makalah ini berisikan pengertian komunikasi terapeutik, unsur-unsur komunikasi, komponen komunikasi, metode komunikasi, dan prinsip komunikasi terapeutik itu sendiri.
Komunikasi antara si pasien dengan juru rawat yang baik akan memberikan kepuasan tersendiri pada diri pasien. Pasien akan merasa senang, bahagia, dan puas dengan hasil perawatan yang diberikan. Dengan perasaan senang, puas dan nyamannya si pasien, hal ini akan membantu proses penyembuhan dari diri pasien itu sendiri.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulis dalam pembuatan makalah ini yang membahas tentang “Konsep Komunikasi Terapeutik” adalah agar mahasiswa-mahasiswi mampu menerapkan metode-metode komunikasi terapeutik dalam situasi klinis kepada pasien dan keluarga pasien sesuai kasus secara teori dengan benar dan memahami arti penting komunikasi terapeutik dalam dunia keperawatan.

1.3 Manfaat
a. Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan bagi pembaca pada umumnya dan Mahasiswa STIKES TMS Bengkulu.
b. Makalah ini diharapkan dapat menjadi panduan oleh mahasiswa dalam proses belajar Dasar-Dasar Keperawatan II.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi berasal dari bahasa latin “communis” yang berarti bersama. Sedangkan menurut kamus, definisi komunikasi dapat meliputi ungkapan-ungkapan seperti berbagai informasi atau pengetahuan, memberi gagasan atau bertukar pikiran, informasi, atau yang sejenisnya dengan tulisan atau ucapan.
Komunikasi merupakan proses belajar seumur hidup bagi perawat. Perawat terus berhubungan dengan klien dan keluarganya sejak kelahiran sampai kematian. Oleh karna itu, dibutuhkan pembentukan komunikasi terapeutik. Perawat berkomunikasi dengan orang lain yang mengalami tekanan, yaitu: klien, keluarga, dan teman sejawat ( Potter dan Perry, 2010 ).
Komter (komunikasi terapeutik) merupakan komunikasi yang direncanakan secar sadar, tujuan dan kegiatannya difokuskan untuk menyembuhkan klien. Komter merupakan media untuk saling memberi dan menerima antar perawat dengan klien. Komter berlangsung secara verbal dan non verbal. Dalam komter ada tujuan spesifik, batas waktu, berfokus pada klien dalam memenuhi kebutuhan klien, ditetapkan bersama, timbal balik, berorientasi pada masa sekarang, saling berbagi perasaan (Wahyu Purwaningsih dan Ina Karlina, 2010:11-12)
Komunikasi Terapeurik ialah pengalaman interaktif bersama antara perawat dan pasien dalam komunikasi yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh pasien (Mahmud Machfoedz, 2009:104)
Stuart G.W (1998) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien. Sedangkan S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa hubungan terapeutik adalah hubungan kerjasama yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik.

2.2 Dasar-dasar Komunikasi Terapeutik
Perbedaan antara komunikasi sosial dan komunikasi terapeutik dapat dikenali melalui beberapa hal sebagai berikut :
1. Perawat mengenal dengan baik pribadi pasien serta memahami dirinya dengan nilai-nilai yang dianutnya.
2. Komunikasi ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya, dan saling menghargai.
3. Perawat mampu memahami, menghayati, nilai yang dianut oleh pasien.
4. Perawat menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
5. Perawat mampu menciptakan suasana yang dapat memotivasi pasien untuk mengubah sikap dan perilaku sehingga dapat memecahkan masalah yang dihadapinya.
6. Perawat harus mampu menguasai perasaannya secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan sedih, marah, dan frustasi.
7. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensi.
8. Memahami dengan baik arti simpati sebagai sifat tindakan terapeutik dan yang bukan terapeutik.
9. Kejujuran dan keterbukaan komunikasi merupakan dasar hubungan terapeutik.
10. Mampu memerankan model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan sehingga perawat perlu mempertahankan suatu kondisi sehat secara fisik, mental sosial, spiritual dan gaya hidup.
11. Perawat perlu mampu menciptakan suasana yang memungkinkan bagi pasien untuk berkembang tanpa rasa takut.
12. Perawat merasa puas dapat menolong orang lain secara manusiawi.
13. Memperhatikan etika dengan cara berusaha sekuat daya setiap mengambil keputusan didasakan atas prinsip kesejahteraan manusia.

2.3 Tujuan Komunikasi Terapeutik
Seorang perawat profesional selalu mengupayakan untuk berprilaku terapeutik, yang berarti bahwa tiap interaksi yang dilakukan menimbulkan dampak terapeutik yang memungkinkan klien untuk tumbuh dan berkembang. Tujuan hubungan terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien yang menurut Stuart dan Sundeen (1995) dan Limberg, Huter & Kruszweski (1983) meliputi:
1. Kesadaran diri, penerimaan diri, penghargaan diri yang meningkat
2. Identitas diri jelas, peningkatan integritas diri
3. Membina hubungan interpersonal yang intim, interdependen, memberi dan menerima dengan kasih sayang
4. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang realistic

2.4 Unsur-Unsur Komunikasi Terapeutik
Unsur-unsur yang terkandung dalam komunikasi terpeutik antara lain ( Potter dan Perry, 2010 ):
a. Keramahan
Keramahan merupakan bagian dari komunikasi terpeutik. Keramahan diberikan untuk memberikan kesan pertama yang menarik hati lawan bicara kita.
b. Penggunaan Nama
Pengenalan diri merupakan suatu yang penting agar tidak menimbulkan keraguan. Memanggil klien dengan nama akan menunjukkan penghargaan diri terhadap pasien itu sendiri.
c. Dapat Dipercaya
Orang yang dapat dipercaya adalah orang yang apabila membantu orang lain tidak akan memberikan keraguan terhadap orang yang dibantunya. Untuk itu seorang perawat harus menunjukkan kehangatan, konsistensi, reliabilitas, kejujuran, kompetensi, dan rasa hormat.
d. Otonomi dan Tanggung Jawab
Seorang perawat harus mampu membuat pilihan sendiri dan berani untuk mempertanggung jawabkan atas pilihan atau keputusan yang diberikan ( Townsend, 2003 )
b. Asertif
Komunikasi Asertif memungkinkan anda untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran tanpa menuduh atau melukai orang lain ( Grover, 2005 ). Sikap asertif akan memberikan kepercayaan diri sekaligus penghormatan terhadap orang lain.

2.5 Fase-fase Komunikasi Terapeutik
Stuart dan Sundeen (1995) mengenalkan empat fase “helping relationships” yang berkembang secara berurutan dan tiap fase mempunyai tugas yang berbeda. Fase hubungan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Fase prainteraksi.
Pada fase prainteraksi, tugas keperawatan adalah (1) menggali perasaan, fantasi, dan rasa takut dalam diri sendiri; (2) menganalisis kekuatan dan keterbatasan profesional diri sendiri; (3) mengumpulkan data tentang klien jika memungkinkan; (4) merencanakan pertemuan pertama dengan klien.
2. Fase orientasi dan perkenalan.
Tugas keperawatan pada fase ini adalah (1) menetapkan alasan klien untuk mencari bantuan; (2) membina rasa saling percaya, penerimaan dan komunikasi terbuka; (3) menggali pikiran, perasaan dan tindakan klien; (4) mengidentifikasikan masalah klien; (5) mendefinisikan tujuan dengan klien; (6) merumuskan bersama kontrak termasuk nama, peran, tanggung jawab, harapan, tujuan, tempat pertemuan, waktu pertemuan, kondisi untuk terminasi, dan kerahasiaan.
3. Fase kerja.
Menurut Stuart dan Sundeen (1995) pada fase kerja, keperawatan bertugas; (1) menggali stressor yang berhubungan; (2) meningkatkan pengembangan penghayatan klien dan penggunaan mekanisme koping yang konstruktif; dan (3) membahas dan mengatasi perilaku resisten.
4. Fase Terminasi.
Dalam fase terakhir ini, keperawatan bertugas; (1) membina kenyataan tentang perpisahan; (2) meninjau kemajuan terapi dan pencapaian tujuan; dan (3) menggali bersama perasaan ditolak, kehilangan, kesedihan dan kemarahan serta perilaku yang terkait lainnya.

2.6 Metode Komunikasi Terapeutik
Metode atau teknik yang digunakan dalam komunikasi terapeutik antara lain ( Stuart dan Sundeen, 1998 ):
a. Mendengarkan dengan penuh perhatian
Dalam hal ini perawat berusaha mengerti klien dengan cara mendengarkan apa yang disampaikan klien. Mendengar merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar perawat mengetahui perasaan klien. Beri kesempatan lebih banyak pada klien untuk berbicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif.
b. Menunjukkan penerimaan
Menerima tidak berarti menyetujui, menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan.
c. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai apa yang disampaikan oleh klien.
d. Mengulangi ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri
Melalui pengulangan kembali kata-kata klien, perawat memberikan umpan balik bahwa perawat mengerti pesan klien dan berharap komunikasi dilanjutkan.
e. Mengklasifikasi
Klasifikasi terjadi saat perawat berusaha untuk menjelaskan dalam kata-kata ide atau pikiran yang tidak jelas dikatakan oleh klien.
f. Memfokuskan
Metode ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti.
g. Menyatakan hasil observasi
Dalam hal ini perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat non verbal klien.
h. Menawarkan informasi
Memberikan tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien yang bertujuan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan.
i. Diam
Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri, mengorganisir pikiran dan memproses informasi.
j. Meringkas
Meringkas pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat.
k. Memberi penghargaan
Penghargaan janganlah sampai menjadi beban untuk klien dalam arti jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi untuk mendapatkan pujian dan persetujuan atas perbuatannya.
l. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan
Memberi kesempatan kepada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan.
m. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan.
n. Menempatkan kejadian secara berurutan
Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif.
o. Memberikan kesempatan kepada klien untuk menguraikan persepsinya
Apabila perawat ingin mengerti klien, maka perawat harus melihat segala sesuatunya dari perspektif klien.
p. Refleksi
Refleksi memberikan kesempatan kepada klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.
2.7 Prinsip Komunikasi Terapeutik
Prinsip-prinsip yang terkandung pada komunikasi terapeutik antara lain (Suryani,2005):
a. Kejujuran (trustworthy)
Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan komunikasi yang bernilai terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat membina hubungan saling percaya. Klien hanya akan terbuka dan jujur pula dalam memberikan informasi yang benar hanya bila yakin bahwa perawat dapat dipercaya.
b. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif.
Dalam berkomunikasi hendaknya perawat menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh klien. Komunikasi nonverbal harus mendukung komunikasi verbal yang disampaikan. Ketidaksesuaian dapat menyebabkan klien menjadi bingung.
c. Bersikap positif
Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Roger menyatakan inti dari hubungan terapeutik adalah kehangatan, ketulusan, pemahaman yang empati dan sikap positif.
d. Empati bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan oleh klien. Dengan empati seorang perawat dapat memberikan alternatif pemecahan masalah bagi klien, karena meskipun dia turut merasakan permasalahan yang dirasakan kliennya, tetapi tidak larut dalam masalah tersebut sehingga perawat dapat memikirkan masalah yang dihadapi klien secara objektif. Sikap simpati membuat perawat tidak mampu melihat permasalahan secara objektif karena dia terlibat secara emosional dan terlarut didalamnya.
e. Mampu melihat permasalahan klien dari kacamata klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus berorientasi pada klien, (Taylor, dkk ,1997) dalam Suryani 2005. Untuk itu agar dapat membantu memecahkan masalah klien perawat harus memandang permasalahan tersebut dari sudut pandang klien. Untuk itu perawat harus menggunakan terkhnik active listening dan kesabaran dalam mendengarkan ungkapan klien. Jika perawat menyimpulkan secara tergesa-gesa dengan tidak menyimak secara keseluruhan ungkapan klien akibatnya dapat fatal, karena dapat saja diagnosa yang dirumuskan perawat tidak sesuai dengan masalah klien dan akibatnya tindakan yang diberikan dapat tidak membantu bahkan merusak klien.
f. Menerima klien apa adanya
Jika seseorang diterima dengan tulus, seseorang akan merasa nyaman dan aman dalam menjalin hubungan intim terapeutik. Memberikan penilaian atau mengkritik klien berdasarkan nilai-nilai yang diyakini perawat menunjukkan bahwa perawat tidak menerima klien apa adanya.
g. Sensitif terhadap perasaan klien
Tanpa kemampuan ini hubungan yang terapeutik sulit terjalin dengan baik, karena jika tidak sensitif perawat dapat saja melakukan pelanggaran batas, privasi dan menyinggung perasaan klien.
h. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri
Seseorang yang selalu menyesali tentang apa yang telah terjadi pada masa lalunya tidak akan mampu berbuat yang terbaik hari ini. Sangat sulit bagi perawat untuk membantu klien, jika ia sendiri memiliki segudang masalah dan ketidakpuasan dalam hidupnya.

2.8 Hambatan Komunikasi Terapeutik.
Hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan perawat-klien terdiri dari tiga jenis utama : resistens, transferens, dan kontertransferens. Ini timbul dari berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi semuanya menghambat komunikasi terapeutik. Perawat harus segera mengatasinya. Oleh karena itu hambatan ini menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat maupun bagi klien. Untuk lebih jelasnya marilah kita bahas satu-persatu mengenai hambatan komunikasi terapeutik itu.
1. Resisten
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran verbalisasi yang dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah aspek diri seseorang. Resisten sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resistens biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah.
2. Transferens
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan mekanisme pertahanan pengisaran (displacement) yang maladaptif. Ada dua jenis utama reaksi bermusuhan dan tergantung.
3. Kontertransferens
Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien. Konterrtransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat cemas sering kali digunakan sebagai respon terhadap resisten klien.

2.9 Tugas Perawat Dalam Tiap Fase Hubungan Terapeutik
Fase Tugas Perawat
Prainteraksi 1. Eksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri
2. Analisa kekuatan kelemahan professional
3. Dapatkan data tentang klien jika memungkinkan
4. Rencanakan pertemuan pertama
Orientasi 1. Tentukan alasan masuk klien minta pertolongan
2. Bina rasa saling percaya (trust), penerimaan dan
3. Komunikasi terbuka
4. Rumuskan kontrak pertama
5. Eksplorasi pikiran, perasaan dan perbuatan klien
6. Identifikasi masalah klien
7. Rumuskan tujuan bersama klien
Kerja 1. Eksplorasi stressor yang tepat
2. Dorong perkembangan kesadaraan diri klien dan pemakaian mekanisme koping konstruksi
3. Atasi penolakan perilaku adaftif
Terminasi 1. Ciptakan realitas perpisahan
2. Bicarakan proses terapi dan pencapaian tujuan
3. Saling mengeskplorasi perasaan penolakan dan kehilangan, sedih, marah dalam perilaku lain
4. Rencana tindak lanjut (untuk terminasi sementara)



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang digunakan antara seorang perawat dengan pasiennya. Komunikasi terapeutik ini terdiri dari beberapa unsur, seperti keramahan, penggunaan nama, dapat dipercaya, otonomi dan tanggung jawab, dan asertif. Unsur-unsur tersebut didukung oleh prinsip-prinsip dari komunikasi terapeutik itu sendiri. Jadi untuk menjadi seorang perawat professional, maka semua itu diawalai dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada klien, maka gunakanlah bahasa komunikasi yang professional juga, yaitu komunikasi terapeutik itu sendiri.

3.2 Saran
Perawat yang memberikan pelayanan kesehatan kepada klien, hendaknya memperhatikan cara berkomunikasi dengan kliennya. Karena kesan pertama dari pelayanan sangat berpengaruh terhadap kredibilitas perawat itu sendiri. Jika ingin menjadi seorang perawat yang professional, mulailah dari cara berkomunikasi yang professional juga.



DAFTAR PUSTAKA

Ellis,R.,Gates, R, & Kenworthy,N. (2000). Komunikasi Interpersonal Dalam Keperawatan: Teori dan Praktik.Alih Bahasa: Susi Purwoko. Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. (2002). Hubungan Terapeutik Perawat-Klien. EGC, Jakarta.
Machfoedz, Mahmud. 2009. Komunikasi Keperawatan (Komunikasi Terapeutik). Yogyakarta : Ganbika
Purwaningsih, wahyu dan Ina Karlina. 2010. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
Purwanto, H. (1998). Komunikasi untuk Perawat. EGC, Jakarta : Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta.
Stuart.G.W. & Sundeen.S.J.(1998) . Buku Saku Keperawatan Jiwa.Alih Bahasa: Achir Yani S. Hamid. ed ke-3. Jakarta: EGC.
Suryani. (2005). Komunikasi Terapeutik Teori & Praktek. Jakarta, EGC.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar