SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG

Selasa, 04 November 2014

Edema Paru

MAKALAH
SISTEM RESPIRASI
“EDEMA PARU”
Dosen Pengasuh dr. Wahyu Sudarsono, MPH

Disusun Oleh:
Enni Lovisa Putri 1126010030
Misi Lasita 1126010035
Satrio Noviansyah 1126010034
Veni Alvanita Citra Dewi 1126010013
Anggit Prastiyo 1126010024
Ayu Susana 11260100
SEKOLAH TINNGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
TRI MANDIRI SAKTI 
BENGKULU
2013
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Paru – paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) di atas dan muncul sedikit lebih tinggi daripada klavikula di dalam leher. Paru – paru ada dua, merupakan alat pernapasan utama. Paru – paru mengisi rongga dada. Terletak di sebelah kanan dan kiri dan di tengah dipisahkan oleh jantung berserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak di dalam mediastinum.
Pulmonary edema adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru. Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru. Hal ini dapat menyebabkan terganggunya pertukaran gas dan dapat menyebabkan gagal napas. Edema Paru dapat terjadi akibat kegagalan jantung memindahkan cairan dari sirkulasi paru (Edema Paru Kardiogenik) atau akibat trauma langsung pada parenkim paru (Edema Paru Non-Kardiogenik). Pengobatan tergantung dari penyebab, tapi lebih menitikberatkan pada memaksimalkan fungsi respirasi dan menyingkirkan penyebab.
Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari  darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru,  melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran  limfatik.
Dari uraian di atas, maka penulis rasa perlu dilakukan pemahaman lebih dalam guna mengetahui bagaimana sebenarnya proses patofisiologi edema paru hingga bagaimana cara menangani pasien dengan edema paru sebagai perawat berdasar pada diagnosa – diagnosa keperawatan yang muncul akibat edema paru.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, didapatkan rumusan masalahnya yaitu sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan edema paru?
2. Bagaimana etiologi edema paru?
3. Bagaimana patofisiologi edema paru?
4. Apa klasifikasi edema paru?
5. Bagaimana manifestasi edema paru?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan edema paru?

C. Tujuan 
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan edema paru?
2. Bagaimana etiologi edema paru?
3. Bagaimana patofisiologi edema paru?
4. Apa klasifikasi edema paru?
5. Bagaimana manifestasi edema paru?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan edema paru?













BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Edema Paru adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peningkatan abnormal dari air di kantung udara (alveoli) di dalam paru-paru. Alveoli adalah struktur-struktur pada ujung dari saluran pernafasan di paru-paru yang merupakan tempat terjadinya pertukaran gas-gas antara udara di dalam paru-paru dan aliran darah. Pada edema paru, jumlah cairan yang berlebihan di alveoli mengganggu difusi normal dari oksigen ke dalam aliran darah melalui dinding alveoli. Kondisi ini akan mengurangi kemampuan paru-paru untuk mengoksigenasi darah, menyebabkan gejala, seperti pernafasan yang pendek, kesulitan bernafas, batuk dan kecemasan.
Pulmonary edema adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru. Area yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbon dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dindig ini kehilangan integritasnya.

B. Etiologi
1. Ketidak-seimbangan Starling Forces
a. Peningkatan tekanan kapiler paru:
Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan  fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).
Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena  gangguan fungsi ventrikel kiri.
Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena  peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).

b. Penurunan tekanan onkotik plasma:
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal,  hati, protein-losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.
c. Peningkatan tekanan negatif intersisial:
Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi  saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
d. Peningkatan tekanan onkotik intersisial:
Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.
2. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome)
a. Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
b. Bahan toksik inhalan.
c. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri,  alloxan, alpha-naphthyl thiourea).
d. Aspirasi asam lambung.
e. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).

C. Patofisiologi
Edema pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh darah kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh-pembuluh darah atau tidak ada cukup protein-protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak megandung segala sel-sel darah).
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru. Area yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbon dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dindig ini kehilangan integritasnya.            
Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air dalam paru-paru” ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien. Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.

D. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan  non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung  Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat  terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Khronik.

1. Edema Paru Kardiogenik
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa. 
Edema paru kardiogenik berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya, menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.
2. Edema Paru Non-Kardiogenik
Edema paru non-kardiogenik ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal berikut:
a. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
b. kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.
c. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
d. High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
e. Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
f. Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
g. Overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema. 
Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary edema.
h. Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil.


E. Manifestasi Klinis
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. 
Gejala-gejala umum lain mungkin terjadi, seperti:
Mudah lelah
Lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion)
Napas yang cepat (tachypnea)
Kelemahan.
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas).
Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium, yaitu:
Stadium I
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
Stadium II
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.
Stadium III
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati.

Edema paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteriakoronaria, terjadi edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah de-ngan pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic nucleotide phosphodiesterase akan mengurangi edema’ paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada ma-nusia masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang kadang penderita dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung.

F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Usia: Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa muda.
a. Riwayat Masuk
Klien  biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
c. Pemeriksaan fisik
Sistem Integumen
Kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
Sistem Pulmonal
Sesak nafas, dada tertekan. Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru.
Sistem Cardiovaskuler
Sakit dada, denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun, denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan.
Sistem Neurosensori
Gelisah, penurunan kesadaran, kejang, GCS menurun, refleks menurun/normal.
Sistem Musculoskeletal
Lemah, cepat lelah, nyeri otot/normal.

2. Diagnosa dan Intervensi
a. Ketidakefektifan pola nafas  berhubungan dengan kelelahan dan pemasangan alat bantu nafas. 
Intervensi: Atur posisi semi fowler, observasi tanda dan gejala sianosis, berikan terapi oksigenasi, observasi tanda-tanda vital, observasi timbulnya gagal nafas, kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan pengobatan.
Rasional: Jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan dengan lancar. Informasi yang adekuat dapat membawa pasien lebih kooperatif dalam memberikan terapi. Jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan dengan lancar. Sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi ketidakadekuatan suply O2 pada jaringan tubuh perifer. Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia. Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan capilary refill time yang memanjang/lama. Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical ventilation). Pengobatan yang diberikan berdasar indikasi sangat membantu dalam proses terapi keperawatan

b. Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonar.
Intervensi: Atur posisi pasien semi fowler, bantu pasien untuk melakukan reposisi secara sering.
Rasional: Jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan dengan lancar. Posisi yang berbeda menurunkan resiko perlukaan akibat imobilisasi
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme sekunder terhadap pemasangan selang endotrakeal.
Intervensi: Observasi daerah pemasangan selang endotrakheal, lakukan tehnik perawatan secara aseptik
Rasional: Kebersihan area pemasangan selang menjadi factor resiko masuknya mikroorganisme. Meminimalkan organisme yang kontak dengan pasien dapat menurunkan resiko terjadinya infeksi.

3. Evaluasi 
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria hasil, sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil






BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Edema Paru adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peningkatan abnormal dari air di kantung udara (alveoli) di dalam paru-paru. Edema pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh darah kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan.
Adapun klasifikasi dari edema paru, yaitu: 
1. Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada organ jantung.
2. Edema paru non-kardiogenik ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal, yaitu Acute respiratory distress syndrome (ARDS), kondisi yang berpotensi serius, trauma otak, gagal ginjal dan lain – lain. 

B. Saran 
1. Diharapkan pembaca dapat memahami definisi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, manifestasi, dan asuhan keperawatan dari edema paru.
2. Perawat diharapkan dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik dan benar pada pasien dengan edema paru.







DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Francis, Caia. 2008. Perawatan Respirasi. Jakarta: Erlangga.
Guyton, Arthur C. dan John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
 Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI

http//: www.google.com/ Edema Paru. 09 April 2013. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar